Minggu, 27 Agustus 2017

visualisasi orbital s p d f

Orbital merupakan ruang dimana ditemukannya elektron dalam suatu wilayah yang cukup dekat dengan inti atom. Orbital sebagai wilayah ruang dimana kehidupan elektron terjadi. Orbital atom merupakan gambaran atau bentuk visualisasi dari fungsi yang merupakan solusi dari persamaan Schrodinger. Orbital atom memiliki suatu fungsi gelombang. Daerah ruang di sekitar inti dengan kebolehjadian untuk mendapatkan elektron disebut orbital. Bentuk dan tingkat energi orbital dirumuskan oleh Erwin Schrodinger. Erwin Schrodinger memecahkan suatu persamaan untuk mendapatkan fungsi gelombang untuk menggambarkan batas kemungkinan ditemukannya elektron dalam tiga dimensi. Adapun persamaan Schrodinger sebagai berikut.
Persamaan_Schrodinger
Kita dapat menerapkan pengetahuan kita tentang bilangan kuantum untuk menggambarkan susunan elektron untuk atom tertentu. Kita melakukan hal ini dengan sesuatu yang disebut konfigurasi elektron. Mereka secara efektif memberi gambaran elektron untuk atom tertentu. Kita melihat empat bilangan kuantum untuk elektron tertentu dan kemudian menetapkan elektron ke orbital tertentu.
Orbital s
Untuk setiap nilai n, nilai l = 0 tempat yang diisi elektron dalam orbital s. Orbital ini berbentuk bulat.
Orbital p
Orbital p dan memiliki bentuk seperti lonceng. Setiap orbital p memiliki orientasi yang berbeda dalam ruang tiga dimensi.
Orbital d
Ketika l = 2, nilai ml bisa -2, -1, 0, +1, +2 dengan total lima orbital d. Perhatikan bahwa semua lima orbital memiliki orientasi tiga dimensi yang spesifik.
Orbital f
Orbital f merupakan orbital yang paling kompleks dari orbital adalah orbital f. Ketika l = 3, nilai ml dapat -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3 dengan total tujuh bentuk orbital yang berbeda. Sekali lagi, perhatikan orientasi khusus dari orbital f yang berbeda.
Terdapat software yang membantu kita untuk mempermudah visualisasi orbital s,p,d,f yang disebut dengan Gnuplot. Gnuplot memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pengolahan gambar dibandingkan perangkat sejenis yang menggunakan antarmuka grafis. Dalam Gnuplot, kita cukup mengetik beberapa baris kode, yang selanjutnya diterjemahkan oleh Gnuplot menjadi suatu bentuk grafik. Selain itu, Gnuplot juga merupakan salah satu perangkat visualisasi gratis (tak berbayar) yang memiliki kemampuan terlengkap untuk menggambar segala macam grafik yang bisa kita bayangkan, seperti plot 2D, 3D, plot permukaan, peta, beragam fungsi matematis, fitting kurva, hingga animasi yang menarik. Sebagai contoh penerapan dari aplikasi gnuplot yaitu pada suatu orbital terdiri dari beberapa jenis yaitu s, p, d, dan f. adapun fungsi gelombangnya adalah sebagai berikut :
Suci Nur Jannah - SA 1Suci Nur Jannah - SA 2
Untitled notepad
Terkadang beberapa atom meiliki kasus dimana elektronnya tidak poli elektron dimana atom tersebut tidak memungkinkan untuk memakai persamaan schrodinger. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pada operator Hamiltonian. Interaksi yang terjadi banyak sekali antara electron1 dengan inti, electron2 dengan inti, electron1 dengan electron2 dan seterusnya sehingga Ep nya rumit, direct solutionnya tidak ada (many body interaction). Untuk poli electron digunakan poli orbital atom hydrogen yang nantinya akan banyak orbital s, p, d, f. Metode yang dilakukan adalah dengan metode aproksimasi (pendekatan).

https://www.youtube.com/watch?v=K-jNgq16jEY

Orbital dan peranannya dalam ikatan kovalen part 2



HIBRIDISASI ORBITAL

A.Orbital hibridadasi nitrogen dan oksigen
Kata 'hibridisasi' berarti 'pencampuran' dan bila digunakan dalam konteks orbital atom, ia menjelaskan cara menurunkan  arah orbital dengan leluasa yang dapat digunakan dalam VB teori. Seperti semua teori ikatan, hibridisasi orbital adalah  Model, dan tidak boleh diambil menjadi fenomena nyata. Hybrid orbital dapat dibentuk dengan mencampur karakter orbital atom yang dekat dalam energi. Karakter dari  hibrida orbital tergantung pada orbital atom yang terlibat dan kontribusi persentase mereka. Label yang diberikan kepada hybrid
orbital mencerminkan orbital atom berkontribusi, misalnya sp hibrida memiliki jumlah yang sama dan p karakter orbital.

Karbon berada di baris 2 dari tabel periodik dan memiliki enam elektron. Ini berarti bahwa ada dua orbital kulit atom untuk elektronnya. Lapisan kulit pertama paling dekat dengan inti memiliki orbital satu s - orbital 1s. Kulit kedua memiliki orbital s tunggal (orbital 2s) dan tiga orbital p (3x2p). Oleh karena itu, ada total lima orbital atom. Orbital s adalah berbentuk bulat dengan orbital 2s yang jauh lebih besar dibanding orbital 1s. Orbital p adalah berbentuk halter dan searah sepanjang sumbu x, y dan z. Oleh karena itu, pada orbital 2p memiliki sub orbital atom 2px 2py dan 2pz 


    Sebelum membahas lebih lanjut tentang hibridisasi dan bagian-bagiannya, kita terlebih dahulu mengetahui tentang sejarah dan pengertiannya. Teori hibridisasi dipromosikan oleh kimiawan Linus Pauling dalam menjelaskan struktur molekul seperti metana (CH4). Secara historis, konsep ini dikembangkan untuk sistem-sistem kimia yang sederhana, namun pendekatan ini selanjutnya diaplikasikan lebih luas, dan sekarang ini dianggap sebagai sebuah heuristik yang efektif untuk merasionalkan struktur senyawa organik.
     Hibridisasi adalah sebuah konsep bersatunya orbital-orbital atom membentuk orbital hibrid yang baru yang sesuai dengan penjelasan kualitatif sifat ikatan atom. Konsep orbital-orbital yang terhibridisasi sangatlah berguna dalam menjelaskan bentuk orbital molekul dari sebuah molekul.
     Teori hibridisasi sering digunakan dalam kimia organik, biasanya digunakan untuk menjelaskan molekul yang terdiri dari atom C, N, dan O (kadang kala juga P dan S). Penjelasannya dimulai dari bagaimana sebuah ikatan terorganisasikan dalam metana.
Pembentukan ikatan dalam senyawa harus sesuai dengan aturan hibridisasi yaitu :
  1. Orbital yang bergabung harus mempunyai tingkat energi sama atau hampir sama
  2. Orbital hybrid yang terbentuk sama banyaknya dengan orbital yang bergabung.
  3. Dalam hibridisasi yang bergabung adalah orbital bukan electron
Pembentukan orbital hybrid melalui proses ibridisasi adalah sebagai berikut :
  1. Salah satu electron yang berpasangan berpromosi ke orbital yang lebih tinggi tingkat energinya sehingga jumlah electron yang tidak berpasangan sama dengan jumlah ikatan yang akan terbentuk. Atom yang sedemikian disebut dalam keadaan tereksitasi. Promosi yang mungkin adalah dari ns ken p dan ns ke ns ke nd atau (n-1)d
  2. Penggabungan orbital mengakibatkan kerapatan electron lebih besar di daera orbital hybrid.
  3. Terjadi tumpang tindih orbital hybrid dengan orbital atom lain sehingga membentuk ikatan kovalen atau kovalen koordinasi.
Beberapa jenis hibridisasi orbital

Image result for gambar hibridisasi orbital
Disini akan dijelaskan hibridisasi SP, SP2,SP

1. Hibridisai SP
    Salah satu contoh orbital sp terjadi pada Berilium diklorida. Berilium mempunyai 4 orbital dan 2 elektron pada kulit terluar. Pada hibridisasi Berilium dijelaskan bahwa orbital 2s dan satu orbital 2p pada Be terhibridisasi menjadi 2 orbital hibrida sp dan orbital 2p yang tidak tribridisasi. Hibridisasi sp membentuk geometri linear dengan sudut 180. 

2. Hibridisasi sp2

Salah satu contoh orbital hirbid sp2 diasumsikan terjadi pada Boron trifluorida. Boron mempunyai 4 orbital tapi hanya 3 eletron pada kulit terluar. Hibridisasi boron mengkombinasikan 2s dan 2 orbital 2p menjadi 3 orbital hybrid sp2 dan 1 orbital yang tidak mengalami hibridisasi. Orbital hybrid sp2 menjadi bentuk trigonal planar dengan sudut ikatan120.

3.  Hibridisasi sp3 

Hibridisasi satu orbital s dan tiga orbital p, membentuk orbital hibrida sp3 yang strukturnya tetrahedral. Sudut ikatan dengan orbital ini mendekati 109028’.

IKATAN RANGKAP TERKONJUGASI
 Ikatan rangkap terkonjugasi adalah ikatan antar atom yang terjadi pada senyawa organik  dan secara kovalen ikatan antar atomnya ialah ikatan rangkap dua dan tunggal bergantian, dimana terjadi delokalisasi elektron agar tingkat energinya lebih stabil. misalnya pada ikatan C-C dan C-O tingkat kestabilan ikatan C-O lebih kuat karena atom O akan menyumbangkan elektron kepada atom C sehingga keelektronegatifan dan afinitas antar atom menjadi lebih kuat. Sistem konjugasi secara umumnya akan menyebabkan delokalisasi elektron di sepanjang orbital p yang paralel satu dengan sama lainnya. Hal ini akan meningkatkan stabilitas dan menurunkan energi molekul secara keseluruhan. Pengaturan kembali electron melalui orbital π, terutama dalam system konjugasi atau senyawa organic yang atom-atomnya secara kovalen berikatan tunggal dan ganda secara bergantian (C=C-C=C-C) dan mempengaruhi satu sama lainnya membentuk daerah delokalisasi electron disebut dengan konjugasi. Elektron-elektron pada daerah delokalisasi ini bukanlah milik salah satu atom, melainkan milik keseluruhan system konjugasi ini. Senyawa benzena mempunyai rumus molekul C6H6, dan termasuk dalam golongan senyawa hidrokarbon aromatik. Nama aromatik digunakan karena senyawa tersebut berbau harum.dari rumus molekulnya dapat diketahui bahwa benzena merupakan senyawa tidak jenuh karena tidak memenuhi rumus CnH2n+2.Bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lain yang mengandung 6 buah atom karbon, misalnya heksana (C6H14) dan sikloheksana (C6H12), maka dapat diduga bahwa benzena mempunyai derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Dengan dasar dugaan tersebut maka dapat diperkirakan bahwa benzena memiliki ciri-ciri khas seperti yang dimiliki oleh alkena.Perkiraan tersebut ternyata jauh berbeda dengan kenyataannya, karena benzena tidak dapat bereaksi seperti alkena (adisi, oksidasi, dan reduksi).Lebih khusus lagi benzena tidak dapat bereaksi dengan HBr, dan pereaksi-pereaksi lain yang lazimnya dapat bereaksi dengan alkena.Sifat-sifat kimia yang diperlihatkan oleh benzena memberi petunjuk bahwa senyawa tersebut memang tidak segolongan dengan alkena ataupun sikloalkena.
benzena mengalami reaksi substitusi elektrofilik menyebabkan benzena memiliki banyak senyawa turunan. Semua senyawa karbon yang mengandung cincin benzena digolongkan sebagai turunan benzena.

Reaksi benzena umumnya melalui reaksi substitusi, walaupun ada sebagian reaksi yang melalui reaksi adisi. Macam-macam substitusi benzena di antaranya halogenasi benzena, nitrasi benzena, dan  reaksi riedel-crafts.
  • Halogenasi
Dengan adanya katalis besi (III) klorida atau alumunium klorida, benzena dapat bereaksi dengan klorin ataupun bromin membentuk senyawa halobenzena pada suhu kamar.
  • Nitrasi Benzena
Campuran asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat dengan volume sama dikenal sebagai campuran nitrasi. Jika campuran ini ditambahkan ke dalam benzena, akan terjadi reaksi eksotermal. Jika suhu dikendalikan pada 55°C maka hasil reaksi utama adalah nitrobenzena, suatu cairan berwarna kuning pucat. Reaksinya secara umum.
  • Alkilasi Benzena
Penambahan katalis AlCl3  anhidrat dalam reaksi benzena dan haloalkana atau asam klorida akan terjadi reaksi sangat eksotermis. Jenis reaksi ini dinamakan reaksi Friedel-crafts. Contoh persamaan reaksi:

  • Sulfonasi
    Sulfonasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus sulfonat. Reaksi ini terjadi apabila benzena dipanaskan dengan asam sulfat pekat sebagai pereaksi.



BENZENA DAN RESONANSI
Hasil gambar untuk benzena dan resonansi


    Benzena ialah suatu senyawa siklik yang elektronnya terkonjugasi. Benzena jika direaksikan dengan Brtidak dapat bereaksi.Benzena baru bisa dibrominasi dengan menggunakan asam lewis misalnya FeBr2.Mengapa direaksikan dengan katalis asam Lewis yakni dengan menggunakan FeBr3  sebagai katalis, karena dari teori, asam Lewis yang dapat membantu Br masuk kedalam ikatan benzena . Hal ini dikarenakan Fe dapat menyerap elektron ikatan pada benzene. Subtittuen yang terdapat dalam rantai siklo benzene dapat digolongkan sebagai pengarah orto, para, dan meta. Benzena yang mulanya telah tersubtitusi dapat mengalami subtitsi kedua dan menghasilkan disubtitusi benzene. Dari struktur subtitusi pertama ini dapat menentukan tempat dari subtitusi keduanya. Misalkan saja, dalam TNT (trinitrotoluene) pada cincin benzena terdapat suatu gugus metil yang mengarahkan subtitusi ke wilayah orto atau para. Sedangkan gugus nitro dapat mengarahkan subtitusi ke wilayah meta. Semua pengarah orto dan para merupakan pendonor elektron, yang dapat terjadi Karen resonansi maupun induksi. Pengarah meta mempunyai atom bermuatan positif atau sebagian positif yang terikat pada cincin benzena.

Minggu, 20 Agustus 2017

orbital dan peranannya dalam ikatan konvalen




    Prinsip Ketaktentuan dan Sifat Gelombang dari Elektron

2.2.1  Sifat Gelombang dari Elektron
Seperti telah dikemukakan dalam Bab I, radiasi cahaya dapat dianggap sebagai arus foton atau sebagai gerak gelombang. Berdasarkan pendapat ini, maka pada tahun 1923 de Broglie mengemukakan bahwa dualisme yang sama terdapat pula dalam hal elektron. Menurut teori relativitas dari Einstein, energi suatu partikel dinyatakan sebagai:
E = mc2              (2-1)
m ialah massa partikel dan c2 ialah kecepatan cahaya. Dengan menggunakan hubungan E = hv, didapat mc2 = hv = hc/λ, sehingga untuk foton:
λ = h/mc = h/p   (2-2)
p ialah momentum. De Broglie kemudian mengemukakan bahwa sifat gelombang-partikel dari radiasi dapat diterapkan terhadap elektron, karena elektron hampir sekecil foton. Untuk elektron berlaku:
λ = h/mv = h/p   (2-3)
v ialah kecepatan elektron. Panjang gelombang dari partikel yang dihitung dengan jalan ini disebut panjang gelombang de Broglie. Sifat gelombang dari materi seperti yang dikemukakan oleh de Broglie kemudian dibenarkan oleh Davidson dan Germer dalam tahun 1928, yang mendapatkan pola difraksi dari elektron dengan menjatuhkan sinar pada suatu bidang dari kristal nikel.
Dengan adanya gerak gelombang dari elektron, maka diperlukan suatu teori kuantum yang baru, yang selain dapat menerangkan gerak elektron dalam atom dan menghitung energi yang mungkin, juga dapat memperhitungkan efek difraksi.
2.2.2. Prinsip Ketaktentuan Heisenberg
Dengan adanya teori gelombang dari elektron, maka kedudukan elektron sekeliling inti tak tertentu. Hal ini tercakup dalam Prinsip Ketaktentuan Heisenberg. Dalam tahun 1927 Heisenberg menunjukkan, bahwa nilai sepanjang pengamatan khas tak dapat ditentukan secara simultan dengan ketelitian tinggi. Contohnya adalah pasangan momentum dan kedudukan, dan pasangan energi dan waktu. Batas dalam ketelitian pengukuran fisik tertentu dinyatakan oleh hubungan:
∆q . ∆p > ħ/2     (2-4)
∆E . ∆t > ħ/2      (2-5)
ħ = h/2π; ∆q, ∆p, ∆E, ∆t ketaktentuan adalah berturut-turut dari kedudukan, momentum, energi dan waktu. Karena nilai ħ kecil, maka ketaktentuan ini tak dapat diamati untuk benda besar, tetapi sangat berarti bagi elektron, atom, dan molekul. Jadi ketaktentuan dari kedudukan elektron akan membawa serta ketaktentuan dalam momentum, sesuai dengan persamaan (2-4). Kedudukan dan momentum dari elektron memberikan informasi mengenai kebolehjadian menemukan elektron di sekeliling inti.
Keterbatasan dalam pengukuran tingkat energi elektron dalam atom dapat ditunjukkan sebagai berikut. Andaikan atom tereksitasi mengemisi radiasi elektromagnetik dan berpindah ke tingkat yang lebih stabil, maka atom-atom ini berumur panjang dan garis spektrumnya tajam. Bila atom tereksitasi berumur pendek, maka radiasi elektromagnetik mencakup daerah yang lebar dan garis kurang tajam. Nilai ketaktentuan ∆t lebih kecil dan ∆E besar karena perhubungan dengan ∆v lewat persamaan ∆E = h/∆v.
2.2.3. Sifat Gelombang
Konsep kebolehjadian dapat diterapkan pada pola difraksi elektron. cincin-cincin difraksi adalah daerah dengan kebolehjadian yang tinggi. Rapat elektron berbanding lurus dengan kuadrat faktor amplitudo yang didapat dari persamaan gelombang. Sifat khas gerak gelombang adalah kemampuannya untuk meneruskan energi dari satu titik ke titik lain tanpa perpindahan permanen dari mediumnya. Gelombang ini disebut gelombang progresif (Gb. 2.1).
Suatu persamaan gelombang dinyatakan sebagai berikut:
2/∂x2 = 1/c22ϕ/∂r2       (2-6)
dimana ϕ = a sin 2π (x/λ – vt), v adalah frekuensi, a adalah nilai maksimum dari amplitudo, c adalah kecepatan perambatan. Persamaan (2-6) adalah linier, maka dengan Prinsip Superposisi dua persamaan dengan ϕ1 dan ϕ2 dapat dikombinasi linier. Untuk gelombang ϕ1 dan ϕ2:
2ϕ1/∂x2 = 1/c22ϕ2/∂t2 dan ∂2ϕ2/∂x2 = 1/c22ϕ2/∂t2
Kombinasi linier menghasilkan:
2(a1ϕ1 + a2ϕ2)/ ∂x2 = a12ϕ1/∂x2 + a22ϕ2/∂x2
= 1/c2 {a12ϕ1/∂t2 + a22ϕ2/∂t2} = 1/c22(a1ϕ1 + a2ϕ2)/ ∂x2       (2-7).
Prinsip superposisi ini sekarang digunakan untuk vibrasi tali gitar antara dua titik tertentu atau dua titik mati. Untuk gelombang progresif dari kiri ke kanan persamaan gelombangnya:
ϕ1 = a sin 2π (x/λ – vt)   (2-8)
setelah mencapai ujung, gelombang direfleksi dan berjalan kembali dari kanan ke kiri dengan persamaan gelombang:
ϕ2 = a sin 2π (x/λ – vt)   (2-9)
Gerak gelombang total dinyatakan dengan persamaan:
ϕ = ϕ1 + ϕ2 = a sin 2π (x/λ – vt) + a sin 2π (x/λ + vt)     (2-10).
Untuk gelombang tegak atau gelombang stasioner, bila ϕ = 0, maka sin 2π x/λ = 0, yaitu bila:
2πx/λ = nπ dan x = nλ/2                        (2-11).
n ialah bilangan bulat (Gb. 2.1).
Gelombang stasioner dapat menggambarkan gerak gelombang dari elektron sekeliling inti dalam atom. Agar terjadi interferensi konstruktif dari gelombang de Broglie dengan elektron dalam lintasan Bohr, maka harus dipenuhi hubungan:
2πr = nλ             (2-12).
Substitusi persamaan (2-3) ke dalam persamaan (2-12) menghasilkan:
Mvr = n h/2π; n = 1, 2, 3, …     (2-13). n ialah bilangan kuantum utama. Hasilnya sama dengan yang diturunkan oleh Bohr.
(Sumber: Noer Mansdsjoeriah Surdia. (1993) Ikatan dan Struktur Molekul. Dikbud. Hal: 25-28).

Teori orbital molekul

Teori orbital molekul (Bahasa Inggris: Molecular orbital tehory), disingkat MO, menggunakan kombinasi linear orbital-orbital atom untuk membentuk orbital-orbital molekul yang menrangkumi seluruh molekul. Semuanya ini seringkali dibagi menjadi orbital ikat, orbital antiikat, dan orbital bukan-ikatan. Orbital molekul hanyalah sebuah orbital Schrödinger yang melibatkan beberapa inti atom. Jika orbital ini merupakan tipe orbital yang elektron-elektronnya memiliki kebolehjadian lebih tinggi berada di antara dua inti daripada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital ikat dan akan cenderung menjaga kedua inti bersama. Jika elektron-elektron cenderung berada di orbital molekul yang berada di lokasi lainnya, maka orbital ini adalah orbital antiikat dan akan melemahkan ikatan. Elektron-elektron yang berada pada orbital bukan-ikatan cenderung berada pada orbital yang paling dalam (hampir sama dengan orbital atom), dan diasosiasikan secara keseluruhan pada satu inti. Elektron-elektron ini tidak menguatkan maupun melemahkan kekuatan ikatan.

[sunting] Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori orbital molekul

Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul. Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan energi ikatan yang lebih dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika ikatan kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi linear dari hidrogen atom dan ion hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap jarak antar atom pada metode ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan metode orbital molekul. Situasi ini terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan tampak dengan jelas pada F2 ketika energi minimum pada kurva yang menggunakan teori orbital molekul masih lebih tinggi dari energi dua atom F.
Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan senyawa organik sangatlah rendah, menyebabkan teori ini masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik. Namun, hasil kerja Friedrich Hund, Robert Mulliken, dan Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital molekul memberikan deskripsi yang lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori ikatan valensi menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5) ketika molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial dalam hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang elektron (seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital molekul, walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.
Pada tahun 1930, dua metode ini saling bersaing sampai disadari bahwa keduanya hanyalah merupakan pendekatan pada teori yang lebih baik. Jika kita mengambil struktur ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan semua struktur kovalen dan ion yang dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut sebagai fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil deskripsi orbital molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan fungsi tersebut dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan kemungkinan keadaan tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok orbital atom yang sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu menitikberatkan pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan pada struktur ion. Dapat kita katakan bahwa pendekatan orbital molekul terlalu ter-delokalisasi, sedangkan pendekatan ikatan valensi terlalu ter-lokalisasi.
Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masing-masing memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia. Perhitungan modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari (namun pada akhirnya menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan valensi. Ini bukanlah karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari pendekatan teori ikatan valensi, melainkan karena pendekatan orbital molekul lebih memudahkan untuk diubah menjadi perhitungan numeris. Namun program-progam ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.

Ikatan dalam rumus kimia

Bentuk atom-atom dan molekul-molekul yang 3 dimensi sangatlah menyulitkan dalam menggunakan teknik tunggal yang mengindikasikan orbital-orbital dan ikatan-ikatan. Pada rumus molekul, ikatan kimia (orbital yang berikatan) diindikasikan menggunakan beberapa metode yang bebeda tergantung pada tipe diskusi. Kadang-kadang kesemuaannya dihiraukan. Sebagai contoh, pada kimia organik, kimiawan biasanya hanya peduli pada gugus fungsi molekul. Oleh karena itu, rumus molekul etanol dapat ditulis secara konformasi, 3-dimensi, 2-dimensi penuh (tanpa indikasi arah ikatan 3-dimensi), 2-dimensi yang disingkat (CH3–CH2–OH), memisahkan gugus fungsi dari bagian molekul lainnnya (C2H5OH), atau hanya dengan konstituen atomnya saja (C2H6O). Kadangkala, bahkan kelopak valensi elektron bukan-ikatan (dengan pendekatan arah yang digambarkan secara 2-dimensi) juga ditandai. Beberapa kimiawan juga menandai orbital-orbital atom, sebagai contoh anion etena−4 yang dihipotesiskan (\/C=C/\ −4) mengindikasikan kemungkinan pembentukan ikatan.

Ikatan kuat kimia

Panjang ikat dalam pm
dan
energi ikat dalam kJ/mol.
Panjang ikat dapat dikonversikan menjadi
Å
dengan pembagian dengan 100 (1 Å = 100 pm).
Data diambil dari
[1].
Ikatan
Panjang
(pm)
Energi
(kJ/mol)
H — Hidrogen
H–H
74
436
H–C
109
413
H–N
101
391
H–O
96
366
H–F
92
568
H–Cl
127
432
H–Br
141
366
C — Karbon
C–H
109
413
C–C
154
348
C=C
134
614
C≡C
120
839
C–N
147
308
C–O
143
360
C–F
135
488
C–Cl
177
330
C–Br
194
288
C–I
214
216
C–S
182
272
N — Nitrogen
N–H
101
391
N–C
147
308
N–N
145
170
N≡N
110
945
O — Oksigen
O–H
96
366
O–C
143
360
O–O
148
145
O=O
121
498
F, Cl, Br, I — Halogen
F–H
92
568
F–F
142
158
F–C
135
488
Cl–H
127
432
Cl–C
177
330
Cl–Cl
199
243
Br–H
141
366
Br–C
194
288
Br–Br
228
193
I–H
161
298
I–C
214
216
I–I
267
151
S — Belerang
C–S
182
272
Ikatan-ikatan berikut adalah ikatan intramolekul yang mengikat atom-atom bersama menjadi molekul. Dalam pandangan yang sederhana dan terlokalisasikan, jumlah elektron yang berpartisipasi dalam suatu ikatan biasanya merupakan perkalian dari dua, empat, atau enam. Jumlah yang berangka genap umumnya dijumpai karena elektron akan memiliki keadaan energi yang lebih rendah jika berpasangan. Teori-teori ikatan yang lebih canggih menunjukkan bahwa kekuatan ikatan tidaklah selalu berupa angka bulat dan tergantung pada distribusi elektron pada setiap atom yang terlibat dalam sebuah ikatan. Sebagai contohnya, karbon-karbon dalam senyawa benzena dihubungkan satu sama lain oleh ikatan 1.5 dan dua atom dalam nitrit oksida NO dihubungkan oleh ikatan 2.5. Keberadaan ikatan rangkap empat juga diketahui dengan baik. Jenis-jenis ikatan kuat bergantung pada perbedaan elektronegativitas dan distribusi orbital elektron yang tertarik pada suatu atom yang terlibat dalam ikatan. Semakin besar perbedaan elektronegativitasnya, semakin besar elektron-elektron tersebut tertarik pada atom yang berikat dan semakin bersifat ion pula ikatan tersebut. Semakin kecil perbedaan elektronegativitasnya, semakin bersifat kovalen ikatan tersebut.

ORBITAL HIBRIDA PADA KARBON

Dalam kimia, hibridisasi adalah sebuah konsep bersatunya orbital-orbital atom membentuk orbital hibrid yang baru yang sesuai dengan penjelasan kualitatif sifat ikatan atom. Konsep orbital-orbital yang terhibridisasi sangatlah berguna dalam menjelaskan bentuk orbital molekul dari sebuah molekul. Konsep ini adalah bagian tak terpisahkan dari teori ikatan valensi. Walaupun kadang-kadang diajarkan bersamaan dengan teori VSEPR, teori ikatan valensi dan hibridisasi sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan teori VSEPR

Hibrid sp3

Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih mudah dilihat:
C ↑↓ 1 s ↑↓ 2 s ↑ 2 p x ↑ 2 p y 2 p z {\displaystyle C\quad {\frac {\uparrow \downarrow }{1s}}\;{\frac {\uparrow \downarrow }{2s}}\;{\frac {\uparrow \,}{2p_{x}}}\;{\frac {\uparrow \,}{2p_{y}}}\;{\frac {\,\,}{2p_{z}}}}
(Perhatikan bahwa orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s, dan orbital 2s berenergi sedikit lebih rendah dari orbital-orbital 2p)
Teori ikatan valensi memprediksikan, berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah, bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.
Lebih lanjut lagi, orbital-orbital keadaan dasar tidak bisa digunakan untuk berikatan dalam CH4. Walaupun eksitasi elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengizinkan empat ikatan dan sesuai dengan teori ikatan valensi (adalah benar untuk O2), hal ini berarti akan ada beberapa ikatan CH4 yang memiliki energi ikat yang berbeda oleh karena perbedaan aras tumpang tindih orbital. Gagasan ini telah dibuktikan salah secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH4 dapat dilepaskan dari karbon dengan energi yang sama.
Untuk menjelaskan keberadaan molekul CH4 ini, maka teori hibridisasi digunakan. Langkah awal hibridisasi adalah eksitasi dari satu (atau lebih) elektron:
C ↑↓ 1 s ↑ 2 s ↑ 2 p x ↑ 2 p y ↑ 2 p z {\displaystyle C^{*}\quad {\frac {\uparrow \downarrow }{1s}}\;{\frac {\uparrow \,}{2s}}\;{\frac {\uparrow \,}{2p_{x}}}{\frac {\uparrow \,}{2p_{y}}}{\frac {\uparrow \,}{2p_{z}}}}
Proton yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik salah satu elektron valensi karbon. Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s ke orbital 2p. Hal ini meningkatkan pengaruh inti atom terhadap elektron-elektron valensi dengan meningkatkan potensial inti efektif.
Kombinasi gaya-gaya ini membentuk fungsi-fungsi matematika yang baru yang dikenal sebagai orbital hibrid. Dalam kasus atom karbon yang berikatan dengan empat hidrogen, orbital 2s (orbital inti hampir tidak pernah terlibat dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga orbital 2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) menjadi
C ↑↓ 1 s ↑ s p 3 ↑ s p 3 ↑ s p 3 ↑ s p 3 {\displaystyle C^{*}\quad {\frac {\uparrow \downarrow }{1s}}\;{\frac {\uparrow \,}{sp^{3}}}\;{\frac {\uparrow \,}{sp^{3}}}{\frac {\uparrow \,}{sp^{3}}}{\frac {\uparrow \,}{sp^{3}}}}
Pada CH4, empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih dengan orbital 1s hidrogen, menghasilkan empat ikatan sigma. Empat ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama, sehingga sesuai dengan pengamatan.
Sebuah representasi skematis orbital-orbital hibrid yang tumpang tindih dengan orbital s hirdogensama dengan Bentuk tetrahedal metana
Sebuah pandangan alternatifnya adalah dengan memandang karbon sebagai anion C4−. Dalam kasus ini, semua orbital karbon terisi:
C 4 − ↑↓ 1 s ↑↓ 2 s ↑↓ 2 p x ↑↓ 2 p y ↑↓ 2 p z {\displaystyle C^{4-}\quad {\frac {\uparrow \downarrow }{1s}}\;{\frac {\uparrow \downarrow }{2s}}\;{\frac {\uparrow \downarrow }{2p_{x}}}{\frac {\uparrow \downarrow }{2p_{y}}}{\frac {\uparrow \downarrow }{2p_{z}}}}
Jika kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4 hidrogen (4 proton, H+) dan mengijinkan pemisahan maksimum antara 4 hidrogen (yakni tetrahedal), maka kita bisa melihat bahwa pada setiap orientasi orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan bertumpang tindih sebesar 25% dengan orbital-s C dan 75% dengan tiga orbital-p C. HaL ini sama dengan persentase relatif antara s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).
Menurut teori hibridisasi orbital, elektron-elektron valensi metana seharusnya memiliki tingkat energi yang sama, namun spektrum fotoelekronnya [3] menunjukkan bahwa terdapat dua pita, satu pada 12,7 eV (satu pasangan elektron) dan saty pada 23 eV (tiga pasangan elektron). Ketidakkonsistenan ini dapat dijelaskan apabila kita menganggap adanya penggabungan orbital tambahan yang terjadi ketika orbital-orbital sp3 bergabung dengan 4 orbital hidrogen.

Hibrid sp2

Senyawa karbon ataupun molekul lainnya dapat dijelaskan seperti yang dijelaskan pada metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki ikatan rangkap dua di antara karbon-karbonnya. Struktur Kekule metilena akan tampak seperti:
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8d/Ethene-2D-flat.png/220px-Ethene-2D-flat.png
Ethene Lewis Structure. Each C bonded to two hydrogens and one double bond between them.
Karbon akan melakukan hibridisasi sp2 karena orbtial-orbital hibrid hanya akan membentuk ikatan sigma dan satu ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di antara karbon-karbon. Ikatan hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama. Hal ini sesuai dengan data percobaan.
Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:
C ↑↓ 1 s ↑ s p 2 ↑ s p 2 ↑ s p 2 ↑ p {\displaystyle C^{*}\quad {\frac {\uparrow \downarrow }{1s}}\;{\frac {\uparrow \,}{sp^{2}}}\;{\frac {\uparrow \,}{sp^{2}}}{\frac {\uparrow \,}{sp^{2}}}{\frac {\uparrow \,}{p}}}
membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena, dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi antara atom karbon tegak lurus dengan bidang molekul dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak).
Jumlah huruf p tidaklah seperlunya terbatas pada bilangan bulat, yakni hibridisasi seperti sp2.5 juga dapat terjadi. Dalam kasus ini, geometri orbital terdistorsi dari yang seharusnya. Sebagai contoh, seperti yang dinyatakan dalam kaidah Bent, sebuah ikatan cenderung untuk memiliki huruf-p yang lebih banyak ketika ditujukan ke substituen yang lebih elektronegatif.

Hibrid sp

Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan dengan hibridisasi sp.
C ↑↓ 1 s ↑ s p ↑ s p ↑ p ↑ p {\displaystyle C^{*}\quad {\frac {\uparrow \downarrow }{1s}}\;{\frac {\uparrow \,}{sp}}\;{\frac {\uparrow \,}{sp}}{\frac {\uparrow \,}{p}}{\frac {\uparrow \,}{p}}}
Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p, menghasilkan dua orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari tumpang tindih sp-sp antara dua atom karbon membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan pi tambahan yang dibentuk oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp bersudut 180°.

Hibridisasi dan bentuk molekul

Hibridisasi membantuk kita dalam menjelaskan bentuk molekul:
Jenis molekul
Utama kelompok
Logam transisi[4]
AX2
  • Linear (180°)
  • hibridisasi sp
  • E.g., CO2
  • Tekuk (90°)
  • hibridisasi sd
  • E.g., VO2+
AX3
  • Datar trigonal (120°)
  • hibridisasi sp2
  • E.g., BCl3
  • Piramida trigonal (90°)
  • hibridisasi sd2
  • E.g., CrO3
AX4
  • Tetrahedral (109.5°)
  • hibridisasi sp3
  • E.g., CCl4
  • Tetrahedral (109.5°)
  • hibridisasi sd3
  • E.g., MnO4
AX5
-
  • Piramida persegi (73°, 123°)[5]
  • hibridisasi sd4
  • E.g., Ta(CH3)5
AX6
-
  • Prisma trigonal (63.5°, 116.5°)[5]
  • hibridisasi sd5
  • E.g., W(CH3)6
Secara umum, untuk sebuah atom dengan orbital s dan p yang membentuk hibrid hi dengan sudut θ {\displaystyle \theta } , maka berlaku: 1 + λ {\displaystyle \lambda } i λ {\displaystyle \lambda } j cos( θ {\displaystyle \theta } ) = 0. Rasio p/s untuk hibrid i adalah λ {\displaystyle \lambda } i2, dan untuk hibrid j λ {\displaystyle \lambda } j2. Dalam kasus khusus hibrdid dengan atom yang sama, dengan sudut θ {\displaystyle \theta } , persamaan tersebut akan tereduksi menjadi 1 + λ {\displaystyle \lambda } 2 cos( θ {\displaystyle \theta } ) = 0. Sebagai contoh, BH3 memiliki geometri datar trigonal, sudut ikat 120o, dan tiga hibrid yang setara. Maka 1 + λ {\displaystyle \lambda } 2 cos( θ {\displaystyle \theta } ) = 0 menjadi 1 + λ {\displaystyle \lambda } 2 cos(120o) = 0, berlaku juga λ {\displaystyle \lambda } 2 = 2 untuk rasio p/s. Dengan kata lain terdapat hibrid sp2 seperti yang diperkirakan dari daftar di atas.
molekul hipervalen[6] (Resonansi)
Jenis molekul
Utama kelompok
Logam transisi
AX2
-
Linear (180°)
Di silv.svg
AX3
-
Datar trigonal (120°)
Tri copp.svg
AX4
-
Tetrahedral (109.5°)
Tetra nick.svg
Datar persegi (90°)
Tetra plat.svg
AX5
Bipiramida trigonal (90°, 120°)
Bipiramida trigonal,
Piramida persegi[7]
Penta phos.svg
AX6
Oktahedral (90°)
Oktahedral (90°)
Hexa sulf.svg
Hexa moly.svg
AX7
Bipiramida pentagonal (90°, 72°)
Bipiramida pentagonal,
oktahedral dengan sudut tambahan,
Piramida persegi dengan sudut tambahan[8]
Hepta iodi.svg